Memasang Kijing, Marmer Dan Atap Di Atas Kubur

Dari Jundab, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,

“Ingatlah bahwa orang sebelum kalian, mereka telah menjadikan kubur nabi dan orang sholeh mereka sebagai masjid. Ingatlah, janganlah jadikan kubur menjadi masjid. Sungguh aku benar-benar melarang dari yang demikian”. (HR. Muslim no. 532)

Ummu Salamah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا pernah menceritakan pada Rasulullah ﷺ mengenai gereja yang ia lihat di negeri Habaysah yang disebut Mariyah. Ia menceritakan pada beliau apa yang ia lihat yang di dalamnya terdapat gambar-gambar. Lantas Rasulullah ﷺ bersabda,

أُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا مَاتَ فِيهِمُ الْعَبْدُ الصَّالِحُ – أَوِ الرَّجُلُ الصَّالِحُ – بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ ، أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
“Mereka adalah kaum yang jika hamba atau orang sholeh mati di tengah-tengah mereka, maka mereka membangun masjid di atas kuburnya. Lantas mereka membuat gambar-gambar (orang sholeh) tersebut. Mereka inilah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah”. (HR. Bukhari no. 434)

Memasang Kijing, Marmer Dan Atap Di Atas Kubur

Dari ‘Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا Nabi ﷺ bersabda,

لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى ، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسْجِدًا
“Allah melaknat orang Yahudi dan Nashrani di mana mereka menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid”. (HR. Bukhari no. 1330 dan Muslim no. 529)

Di antara sikap berlebih-lebihan terhadap kubur baik terhadap kubur orang sholih atau pun lainnya adalah memasang kijing di atas kubur atau memberikan atap atau rumah di atasnya. Nabi ﷺ sudah mewanti-wanti terlarangnya hal tersebut.

‘Ali bin Abi Tholib, Dari Abul Hayyaj Al Asadi, ia berkata, “‘Ali bin Abi Tholib berkata kepadaku,
“Sungguh aku mengutusmu dengan sesuatu yang Rasulullah ﷺ pernah mengutusku dengan perintah tersebut. Yaitu jangan engkau biarkan patung (gambar) melainkan engkau musnahkan dan jangan biarkan kubur tinggi dari tanah melainkan engkau ratakan.” (HR. Muslim no. 969)

Dari Jabir, ia berkata, “Rasulullah ﷺ melarang dari memberi semen pada kubur, duduk di atas kubur dan memberi bangunan di atas kubur.” (HR. Muslim no. 970)

Perkataan Ulama Madzhab Syafi’i Matan yang cukup terkenal di kalangan Syafi’iyah yaitu matan Abi Syuja’ (matan Taqrib) disebutkan di dalamnya, “Kubur itu mesti diratakan, kubur tidak boleh dibangun bangunan di atasnya dan tidak boleh kubur tersebut diberi kapur (semen).” (Mukhtashor Abi Syuja’, hal. 83 dan At Tadzhib, hal. 94)

Dari Jabir رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ “Bahwa Nabi ﷺ telah dibuatkan untuk beliau liang lahad dan diletakkan di atasnya batu serta ditinggikannya di atas tanah sekitar satu jengkal”. (HR. Ibnu Hibban dalam kitab Shahiihnya no. 2160 dan al Baihaqi III/410, hadits ini sanadnya hasan)

Dari Sufyan at Tamar, dia berkata, “Aku melihat makam Nabi ﷺ dibuat gundukkan seperti punuk”. (HR. al Bukhari III/198-199 dan al Baihaqi IV/3)

Ibnul Qayyim رَحِمَهُ الله berkata, “Dan makam beliau ﷺ digunduki tanah seperti punuk yang berada di tanah lapang merah. Tidak ada bangunan dan tidak juga diplester. Demikian itu pula makam kedua sahabatnya Abu Bakar dan Umar”. (Zaadul Ma’aad)

Syaikh Musthofa Al Bugho pakar Syafi’i saat ini mengatakan, “Boleh kubur dinaikkan sedikit satu jengkal supaya membedakan dengan tanah, sehingga lebih dihormati dan mudah diziarahi.” (At Tadzhib, hal. 95. Hal ini juga dikatakan oleh penulis Kifayatul Akhyar, hal. 214.)

Imam Nawawi رَحِمَهُ الله berkata, “Yang sesuai ajaran Rasul ﷺ kubur itu tidak ditinggikan dari atas tanah, yang dibolehkan hanyalah meninggikan satu jengkal dan hampir dilihat rata dengan tanah. Inilah pendapat dalam madzbab Syafi’i dan yang sepahaman dengannya.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 35).

Semoga bermanfaat.

Ust MuhammadAbduhTuasikalLcMsc

Tidak ada komentar: