Al-Hasan Bin Shalih dimata ulama salaf terdahulu

memberontak dan mengkafirkan


Al-Hasan Bin Shalih Bin Hayyi Al-Hamdani

Orang ini lahir sekitar tahun 100 H dan meninggal dunia sekitar 69 tahun kemudian.Dia dikenal sebagai orang yang berilmu (‘alim), zuhud (tidak tamak) terhadap dunia, wara’ (sangat menjaga diri dari perkara yang meragukan bagi dirinya), sangat takut terhadap Allah, hafal ribuan hadits, kokoh dalam hafalannya (tidak terbata-bata), sangat mudah tersentuh hatinya oleh perkara akherat dan mudah menangis (ketika mengingat akherat)…

Dia sempat hidup sezaman dengan banyak para imam (tokoh besar) salaf dalam hal ilmu dan ibadah, seperti Sufyan ats-Tsauri dan selain beliau.Dia termasuk periwayat hadits, sampai-sampai Abu Hatim ar-Razi yang dikenal keras dalam mengkritisi para periwayat hadits berkata tentang al-Hasan ini :“Tsiqah (terpercaya), hafal ribuan hadits dan kokoh dalam hafalannya.”

Diantara yang menakjubkan dari keadaan orang ini adalah sangat mudahnya hati dia tersentuh dan menangis ! Yahya bin Abi Bukair berkata : “Aku pernah berkata kepadanya : “Sifatkan kepadaku bagaimana tata cara memandikan jenazah ! Maka dia tidak sanggup menerangkannya karena menangis.”

Diantara yang menakjubkan dari keadaan orang ini adalah tampaknya kekhusyu’an pada wajahnya ! Abu Sulaiman ad-Darani berkata :“Aku belum pernah melihat seorang pun yang rasa takut kepada Allah dan kekhusyu’an itu lebih tampak pada wajahnya dibanding al-Hasan bin Shalih.”

Diantara yang menakjubkan dari keadaan orang ini adalah sikap zuhud dan merasa cukup dengan pemberian dari Allah ! Dia berkata tentang dirinya sendiri : “Kadangkala ketika aku tiba di pagi hari, tidak ada sepeser dirham pun bersamaku ! Seakan-akan dunia telah dijauhkan dariku”.

Diantara perkara yang menakjubkan dari orang ini adalah sifat wara’ yang sangat tinggi ! Dia pernah menjual budak wanitanya.Dia pun berkata kepada orang yang akan membelinya : “Budak ini pernah satu kali berdahak darah”.Hal ini dia ucapkan karena khawatir budak ini tertimpa sebuah penyakit dengan sebab dahak darah, lalu dia teranggap menipu si pembeli.

Diantara hal yang membuat decak kagum dari orang ini adalah besarnya rasa takut dia kepada azab Allah ! Ketika sampai membaca ayat (artinya) : “Mereka tidak diresahkan oleh kedahsyatan yang besar (pada hari kiamat)…” , maka dia benar-benar tersentuh ! Sampai-sampai disebutkan bahwa wajahnya berubah menjadi kehitam-hitaman dan kekuning-kuningan.

Diantara yang menakjubkan dari orang ini adalah banyaknya menghayati Al Qur’an ! Dia pernah membaca Surat An Naba’ dalam shalat malam.Dia pun larut dalam bacaannya ! Akhirnya tiba waktu Shalat Subuh dalam keadaan belum menyelesaikan surat tersebut.

Diantara pula perkara yang menakjubkan dari orang ini adalah lamanya berdiri shalat di waktu malam ! Dia dahulu membagi malam untuk dirinya dengan sang ibu dan dirinya dengan saudaranya.Tatkala sang ibu wafat, maka dia bagi antara dirinya dengan saudaranya.Tatkala saudaranya juga meninggal dunia, maka dia pun menunaikan shalat sepanjang malam.

Diantara rekomendasi (pujian) tertinggi yang pernah diperoleh oleh orang ini adalah ucapan Abu Hatim ar-Razi : “Terkumpul pada orang ini kekokohan dalam hafalan, kedalaman ilmu, ibadah dan zuhud”.

Namun bersamaan dengan seluruh apa yang telah disebutkan di atas…para imam (tokoh besar) salaf dalam hal ilmu dan ibadah berubah dalam menilai orang ini. Mereka menvonis orang ini sebagai ahli bid’ah dan mewaspadainya. Diantara para ulama ada yang sampai meninggalkan riwayat hadits orang ini. Sampai-sampai kritikan para imam salaf terhadapnya benar-benar keras. Ahmad bin Yunus berkata : “Kalau seandainya saja al-Hasan bin Shalih tidak dilahirkan (di muka bumi ini), maka niscaya itu lebih baik bagi dirinya”.

Lalu apa dosa yang al-Hasan bin Shalih terjatuh kepadanya hingga para imam salaf memperlakukan dirinya seperti itu tanpa mempertimbangkan kebaikan-kebaikannya, sisi-sisi positif dan tanpa ada sikap berbasa-basi dengannya ?

Dosanya adalah DIA MEMBOLEHKAN PEMBERONTAKAN TERHADAP PENGUASA YANG ZALIM !

Renungilah ! Orang ini belum pernah melakukan tindakan pemberontakan, belum pernah menebarkan ucapannya (di tengah kaum muslimin) dan belum pernah menghasut orang lain untuk memberontak pemerintah.Pemberontakan terhadap pemerintah hanyalah sekedar pemikiran (pada orang ini)

Adz-Dzahabi berkata terkait orang ini : “Orang ini berpandangan bolehnya memberontak para penguasa di zamannya, karena kezaliman dan kejahatan penguasa. Hanya saja selama-lamanya dia tidak pernah melakukan pemberontakan”.

Adz-Dzahabi juga berkata : “Orang ini termasuk dari para imam Islam kalau seandainya ia tidak berlumuran dengan kebid’ahan”.

Mereka (para imam salaf) tidak tertipu dengan kekhusyu’an orang ini.

Abu Said al-Asyaj berkata : “Aku pernah mendengar Ibnu Idris berkata : “Senyumannya Sufyan ats-Tsauri itu lebih kami sukai dibanding pingsannya al-Hasan bin Shalih (ketika membaca ayat)”.

Diambil faidah dari keterangan di atas : Bahwa pendapat bolehnya memberontak terhadap penguasa yang zalim adalah sebuah kebid’ahan, yang tidak boleh berbasa-basi di hadapan pelakunya.Tidak boleh pula diam dari membantah pelaku tersebut, setinggi apapun ilmu dan keutamaan yang dimilikinya.Bahwasanya para salaf dahulu menilai seseorang itu dengan timbangan berpegang teguhnya orang tersebut dengan sunnah (bimbingan) Nabi, bukan dengan timbangan luasnya ilmu, panjangnya ibadah, banyaknya kekhusyu’an atau mudahnya menangis.Bahwasanya pula seseorang kadangkala berilmu, namun memiliki satu kebid’ahan (yang kebid’ahan itu bertentangan dengan pokok Ahlussunnah) sehingga ia keluar dari lingkup Ahlussunnah dan menjadi seorang ahli bid’ah dengan sebab itu.

(www.bayenahsalaf.com, dinukil dari akun asy-Syaikh Fawwaz al-Madkhali)

Tidak ada komentar: