Fiqh dan Adab Buka Puasa

Saudara dan Saudariku yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

1. Waktu Berbuka

Allah telah menjelaskan kepada kita tentang waktu diperbolehkannya berbuka puasa yaitu dengan tenggelamnya matahari, sebagaimana firman-Nya:

ثُمَّ أَتِمُّواْ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيۡلِۚ 
Kemudian sempurnakanlah puasa itu hingga (datang) malam.” [QS. Al-Baqarah: 187]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menafsirkan ayat tersebut dengan datangnya malam, berlalunya siang, dan tenggelamnya matahari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda sambil mengisyaratkan tangannya:

إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَا هُنَا وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَا هُنَا وَغَرَبَتْ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
“Apabila waktu malam tiba dari arah sini, dan waktu siang berlalu dari sini dan matahari telah terbenam, seorang yang berpuasa boleh berbuka.” [HR. Bukhari: 1954, dan Muslim: 1100]

Dan sabdanya yang lain: “Apabila engkau melihat malam telah tiba dari arah sini, maka sungguh orang yang berpuasa telah berbuka.” [HR. Bukhari no. 1839]

Fiqh dan Adab Buka Puasa

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Makna (sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas) adalah puasanya telah selesai sempurna, dan (pada waktu matahari sudah tenggelam dengan sempurna) dia bukan orang yang berpuasa. Maka dengan terbenamnya matahari, habislah waktu siang dan malam pun tiba, dan malam hari bukanlah waktu untuk berpuasa.” [Syarah Shahih Muslim 7/210]

Timbul pertanyaan: Bagaimana jika matahari telah tenggelam, namun adzan belum berkumandang (muadzin telat mengumandangkan adzan)?

Maka dijawab: Yang menjadi patokan untuk berbuka puasa adalah tenggelamnya matahari. Hal ini sesuai dengan dalil di dalam Al-Quran dan As-Sunnah, serta amalan para shahabat sebagaimana telah disebutkan. Maka selayaknya bagi kaum muslimin menyegerakan berbuka puasa setelah melihat matahari benar-benar telah tenggelam. Dan bagi muadzin, hendaknya selalu menjaga amanah untuk mengumandangkan adzan pada awal waktunya.

2. Menyegerakan Berbuka Puasa

a. Menyegerakan berbuka dapat mendatangkan kebaikan. 

Dari Sahl bin Sa'ad radhiallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” [HR. Bukhari no. 1957, dan Muslim no. 1098]

b. Menyegerakan berbuka adalah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Sahl bin Sa'ad ia berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَا تَزَالُ أُمَّتِى عَلَى سُنَّتِى مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُجُوْمَ
“Umatku akan senantiasa berada di atas sunnahku (ajaranku) selama tidak menunggu munculnya bintang untuk berbuka puasa.” [HR. Ibnu Hibban 8/277, dan Ibnu Khuzaimah 3/275, sanad shahih]

c. Menyegerakan berbuka puasa agar tidak termasuk golongan orang-orang yang sesat.

Apabila manusia menjalani manhaj dan memelihara sunnah Rasul mereka, maka Islam akan tetap jaya dan berdiri kokoh serta tidak akan disusahkan oleh umat-umat yang menentang mereka. Ummat Islam tidak mau mengekor kaum kafir dari golongan Yahudi dan Nasharani, yang mereka ini dicap oleh Allah dan Rasulnya sebagai kaum yang sesat.

Dengan menyegerakan berbuka, berarti kita telah turut mengokohkan agama Islam dan menyelisihi sebagian dari adat dan kebiasaan mereka yang tercela, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Agama senantiasa kokoh selama manusia menyegerakan berbuka karena Yahudi dan Nashrani mengakhirkannya (menundanya).” [HR. Abu Dawud no. 2353, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Misykatul-Mashaabih 1/339]

d. Berbuka sebelum shalat maghrib.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka puasa sebelum melaksanakan shalat maghrib sebagaimana dikabarkan dalam hadits berikut. Dari Anas bin Malik, ia berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَى رُطَبَاتٍ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَتُمَيْرَاتٌ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تُمَيْرَاتٌ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum shalat dengan ruthab (kurma basah), jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering), dan jika tidak ada tamr, beliau meminum seteguk air.” [HR. Abu Dawud]

Maka tidak ragu lagi, bahwa menyegerakan berbuka mempunyai keutamaan yang sangat besar. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu ad-Darda’ radhiallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثٌ مِنْ أَخْلَاقِ النُّبُوَّةِ؛ تَعْجِيْلُ الْإِفْطَارِ، وَتَأْخِيْرُ السَّحُورِ، وَوَضْعِ الْيَمِينِ عَلَى الشِّمَالِ فِي الصَّلَاةِ
“Tiga (perkara) termasuk akhlak kenabian (yaitu): menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur, dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dalam shalat.” [HR. ath-Thabarani, dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah. Lihat Shahihul Jami'ish Shaghir, 1/583 no. 3038]

3. Apa Yang Dimakan Saat Berbuka?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk mengawali berbuka puasa dengan ruthab. Ruthab adalah kurma yang masih setengah matang, agak sedikit lebih keras (dibandingkan tamr), dan berwarna hijau kecokelatan. Apabila tidak ada ruthab, maka dianjurkan memakan tamr (kurma yang biasa dijual di pasaran). Bila tidak ada, maka beliau menganjurkan berbuka dengan air. Hal ini merupakan bentuk kasih sayang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ummatnya. [lihat QS. At-Taubah: 128]

Untuk haditsnya, lihat kembali pembahasan di atas. Makan makanan manis di saat perut kosong itu lebih bermanfaat bagi tubuh, terutama tubuh yang sehat, sehingga kekuatannya dapat pulih kembali. Adapun berbuka dengan meminum air, dapat membasahi tubuh seperti halnya fungsi makanan,* karena tubuh mengalami kekeringan cairan saat berpuasa sehingga apabila dibasahi dengan air akan sangat bermanfaat. Dan ketahuilah wahai Saudaraku muslimin, bahwa kurma memiliki berkah dan keistimewaan. Begitu juga dengan air sebagai zat vital dalam metabolisme tubuh. Wallahu a'lam.

4. Apa Yang Dibaca Ketika Berbuka?

Adapun doa khusus yang terkait dengan berbuka puasa, menurut penelitian para ahli hadits, hanya satu yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berbuka beliau mengatakan:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
“Rasa haus telah pergi dan urat-urat telah terbasahi serta telah ditetapkan pahala insya Allah.” [HR. Abu Dawud no. 2357, Baihaqi dalam Ash-Shughra no. 1424, Al-Hakim no. 1536, Ibnu Sunni no. 128, Nasa'i dalam Amalul-Yaum di Bab Maa Yaquulu ‘inda Afthara, dan Ad-Daruquthni Bab Al-Qiblatu lish-Shaaim no. 25, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwaaul-Ghalil 4/39 no. 920]

Doa berbuka di atas dibaca setelah selesai menyantap makanan berbuka (perhatikan arti doa tersebut). Jadi sebelum berbuka tetap kita mengucapkan:

بِسْمِ اللهِ
Dan apabila lupa pada permulaannya, hendaklah membaca:

بِسْمِ اللهِ فِيْ أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ
Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ 
“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta'ala (yaitu membaca ‘bismillah’).” Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta'ala di awal, hendaklah ia mengucapkan:

بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
“Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya).” [HR. Abu Daud no. 3767, dan At Tirmidzi no. 1858, hasan shahih]

Adapun doa yang sering dibaca oleh sebagian kaum muslimin seperti: “Allaahumma laka shumtu….dst” dan yang lain-lain, maka doa tersebut berasal dari hadits-hadits berstatus DHAIF (LEMAH). Maka selayaknya kita hanya memilih doa yang tsabit (tetap) berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

5. Makan Secara Berjamaah.

Disunnahkan berbuka secara berjamaah dengan keluarga, rekan, atau kaum muslimin lainnya. Allah menurunkan keberkahan dengan banyaknya tangan di atas makanan.

Dari Wahsyi bin Harb dari ayahnya dari kakeknya bahwa para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَأْكُلُ وَلاَ نَشْبَعُ. قَالَ « فَلَعَلَّكُمْ تَفْتَرِقُونَ ». قَالُوا نَعَمْ. قَالَ « فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ ». قَالَ أَبُو دَاوُدَ إِذَا كُنْتَ فِى وَلِيمَةٍ فَوُضِعَ الْعَشَاءُ فَلاَ تَأْكُلْ حَتَّى يَأْذَنَ لَكَ صَاحِبُ الدَّارِ.
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan dan tidak merasa kenyang?” Beliau bersabda, “Kemungkinan kalian makan sendiri-sendiri.” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Hendaklah kalian makan secara bersama-sama, dan sebutlah nama Allah, maka kalian akan diberi berkah padanya.” [HR. Abu Dawud no. 3764, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 664. Lihat pula Riyadlush-Shaalihiin no. 747]

Ibnu Baththol berkata, “Makan secara bersama-sama adalah salah satu sebab datangnya barokah ketika makan.” [Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 18/121]

6. Memberi Makanan Orang Yang Berbuka Puasa.

Allah Ta'ala telah menjanjikan pahala yang besar bagi orang yang telah menyisihkan sebagian rizkinya secara ikhlash untuk memberi makan kepada orang yang berbuka puasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” [HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5/192, hasan shahih]

Dan apabila ada seorang muslim yang berpuasa dan ia mendapat undangan dari saudaranya, maka hendaklah ia memenuhi undangan tersebut. Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Bila salah seorang dari kalian mengundang saudaranya, maka hendaklah ia memenuhi undangan tersebut, apakah (undangan tersebut adalah) undangan nikah atau semisalnya.” [HR. Muslim no. 1429, dan selainnya]

Dan hal ini tentunya dikecualikan apabila dalam undangan tersebut mengandung unsur kemaksiatan atau terdapat unsur kemaksiatan (seperti nyanyi-nyanyian/musik, ikhtilath, dan lain-lain). Bagi yang diundang dan/atau yang diberikan makanan berbuka dari saudaranya, maka hendaklah ia mendoakan saudaranya tersebut dengan kebaikan.

7. Beberapa Doa Yang Diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Di Antaranya:

اَللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِيْ وَاسْقِ مَنْ سَقَانِيْ
“Ya Allah, berikanlah makanan kepada orang yang memberiku makan, dan berikanlah minuman kepada orang yang memberiku minuman.” [HR. Muslim no. 2055 dari Al-Miqdad]

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ، وَاغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ
“Ya Allah, berikanlah barakah apa yang Engkau rizkikan kepada mereka, ampunilah dan belas-kasihanilah mereka.” [HR. Muslim 2042 dari Abdullah bin Busr]

والله أعلم… وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم. وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Referensi:
• Ensiklopedi Fiqh Praktis Menurut Al-Quran dan As-Sunnah. Karya Syaikh Husain bin ‘Audah Al-‘Awaisyah.
• Meneladani Rasulullah dalam Berpuasa & Berhari Raya. Karya Syaikh Ali bin Hasan & Syaikh Salim bin Ied al Hilali.

Disusun oleh Akhukum Fillah Abu Muhammad Royhan hafidzahullah
source http://kontakk.com/@permatasunnah

Tidak ada komentar: