Kita Satu Bangunan, Antara Teori dan Praktek | Ustadz Abdullah Zaen

Kita Satu Bangunan

Teori dan praktek adalah dua sejoli yang tak terpisahkan. Agar suatu praktek menjadi benar, memerlukan teori yang tepat. Namun teori yang tepat saja kurang bermanfaat, bila tidak dipraktekkan dengan benar. Apalagi bila tidak dipraktekkan sama sekali. “Ah, teori!”.

Persaudaraan dan kerukunan adalah sesuatu yang mutlak dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Agar bisa berjalan dengan baik.

Banyak konsep yang ditawarkan untuk menciptakan perdamaian di muka bumi ini. Namun, tak diragukan lagi bahwa konsep terbaik adalah yang diajarkan oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebab memiliki jaminan mutu dan tidak mungkin keliru. Ditambah telah terbukti ampuh menghasilkan generasi emas yang damai. Contohnya kerukunan antara kaum Muhajirin dan Anshar di masa para sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam. Berbagai kisah riil keajaiban persaudaraan antara mereka amat mudah ditemukan dalam literatur sejarah.

Konsep Jelas dan Aplikatif
Konsep persaudaraan yang diajarkan Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam sangat jelas dan gamblang. Yang lebih penting lagi, konsep tersebut amat aplikatif.

Dalam hadits yang sahih disebutkan,

عَنْ أَبِي مُوسَى، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «المُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ، يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا» ثُمَّ شَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ.
Abu Musa radhiyallahu ‘anhu menyampaikan, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kaum mukminin itu bagaikan satu bangunan. Saling menguatkan”. Lalu beliau menjalin jari jemarinya. HR. Bukhari dan Muslim.

Kita adalah satu bangunan yang saling melengkapi.

Tembok tidak boleh merasa kuat sendiri. Sebab dia pasti membutuhkan atap, walaupun hanya terbuat dari seng. Untuk melindunginya dari hujan dan panas. Agar tidak cepat lapuk.

Atap juga tidak boleh merasa paling hebat, mentang-mentang ia paling tinggi. Karena tanpa adanya tiang penyangga, dia tidak mungkin bisa bertengger di atas.

Bahkan sebuah rumah yang megah dan dipuji-puji keindahannya oleh banyak orang, tidak boleh merasa sombong. Karena ada pihak yang sangat berjasa, yang menentukan kokoh tidaknya bangunan itu. Yaitu pondasi. Walaupun ia tidak terlihat.

Begitulah seharusnya sikap kita kepada sesama orang beriman. Saling melengkapi, melindungi dan menguatkan.

Saling Mengingatkan dengan Baik

Manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Maka konsekwensi persaudaraan adalah saling mengingatkan dan memaafkan. Namun jangan lupa, dalam mengingatkan pun juga harus dengan cara yang baik dan benar. Supaya semakin mendekatkan bukan menjauhkan.

Oleh: Abdullah Zaen, Lc., MA
@ Pesantren Tunas Ilmu Kedungwuluh Purbalingga, Sabtu, 25 Syawal 1440 H /29 Juni 2019

Tidak ada komentar: