Akar penyimpangan perguruan tinggi islam semodel UIN adalah karena terlalu memaksakan metodologi berpikir atau penelitian yg biasa diterapkan di universitas umum. Di jurusan teknik atau sains misalnya, untuk meraih gelar jenjang pendidikan yg lebih tinggi, seorang kandidat doktor misalnya dituntut untuk menghasilkan karya tulis atau hasil penelitian dengan bobot 'novelty' yg tinggi.
Apa itu novelty? Karya riset yg mengandung unsur2 yg baru; semakin "nyeleneh" dan belum pernah ada orang yg menemukan atau mempublikasikannya semakin baik riset itu. Apakah hasil penelitian itu bisa sukses diaplikasikan di kehidupan sehari2, membawa kemaslahatan, atau bisa dikembangkan dlm riset2 lanjutan lainnya, itu mah urusan lain; yg begini sih bonus saja.
Nah, jika unsur "novelty" tsb dimasukkan dlm kriteria penelitian kandidat Master atau Doktor bidang agama, maka bisa dibayangkan output-nya adalah syariat atau aturan2 baru yg sebenarnya tidak dikenal atau tidak diajarkan oleh pembawa risalah agama tsb. Sederhananya karena setiap mahasiswa atau kandidat doktor akan berlomba2 membuat kenyelenehan baru.
Itulah sebabnya metode penelitian atau pengajaran di kampus2 seperti itu, seperti halnya di kampus2 eksakta menuntut semaksimal mungkin mengedepankan rasionalitas atau akal pikiran. Tak heran jika Harun Nasution, lulusan McGill University yg juga rektor IAIN syahid jakarta di era orba dan sekaligus peletak dasar2 liberalisasi Islam di Indonesia pernah berkata: "Harapanku memang cuma satu. Pemikiran asy’ariyah mesti diganti oleh pemikiran rasional mu'tazilah, pemikiran para filsuf atau pemikiran rasional"
Hasilnya? Lahirnya Islam gaya baru semisal islam moderat, islam liberal, islam toleran dll. Promotor ajaran baru ini sebenarnya tak akan pernah bisa mengklaim apa yg digembar-gemborkannya sebagai ajaran Islam (saja), pasti ditawarkan dalam kemasan dgn embel2 seperti moderat, liberal itu tadi; lha wong memang bukan original melainkan cuma sebatas hasil otak-atik otak.
Yg menarik dari pernyataan Harun Nasution adalah niatannya mengubah asy'ariyah dengan mu'tazilah. Bayangkan! Asy'ariyah saja sudah penuh inovasi penyimpangan dan kebid'ahan ... lha koq malah diganti mu'tazilah. Total kemunduran dan rusak kuadrat dong namanya .... wajar jika kita seringkali melihat produk2 UIN yg justru menjauhkan kaum muslimin dari ajaran agamanya sendiri.
Ayo Reformasi UIN!
Ade Armando, piye? kowe mesti ora setuju tho ....
sumber: facebook Katon Kurniawan
Tidak ada komentar: